BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan bentuk
kelainan jantung yang sudah didapatkan sejak bayi baru lahir. Manifestasi klinis
kelainan ini bervariasi dari yang paling ringan sampai berat. Pada bentuk yang
ringan, sering tidak ditemukan gejala, dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
klinis. Sedangkan pada PJB berat, gejala sudah tampak sejak lahir dan
memerlukan tindakan segera. Dengan berkembangnya teknologi,khususnya ekokardiografi,
banyak kelainan jantung yang sebelumnya tidak dapat dideteksi dengan
pemeriksaan fisis dan penunjang biasa, EKG, radiologi dengan menggunakan alat
ini dapat dideteksi dengan mudah.1-4 Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8
tiap 1000 kelahiran hidup.
Jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka
kelahiran 2%, maka jumlah penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap
tahun. Kendala utama dalam menangani anak dengan PJB adalah tingginya biaya
pemeriksaan dan operasi. Pengalaman kami di poliklinik Kardiologi, mendapatkan
sebagian besar anak dengan PJB yang berobat berasal dari keluarga yang tidak
mampu.
B.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui cara mencegah Penyakit Jantung
Bawaan
2.
Mengetahui Pengertian Penyakit Jantung
Bawaan
3.
Mengetahui patofisiologi Penyakit Jantung
Bawaan
4.
Memberikan penjelasan tentang bahaya
yang di timbulkan Penyakit Jantung Bawaan
5.
Agar masyarakat memahami Penyakit Jantung
Bawaan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penyakit jantung bawaan merupakan
penyakit struktural jantung dan pembuluh darah besar yang sudah terdapat sejak
lahir. Perlu diingatkan bahwa tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut
dapat dideteksi segera setelah lahir.
Penyakit ini ditemukan pada bayi dan
anak-anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meniinggal pada waktu bayi.
Oleh karena itu, penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada orang dewasa
menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah
mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal ini pulalah yang
menyebabkan perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak dan pada orang
dewasa (Panggabean & Harun, 1999).
B.
Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung
bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian kelainan-kelainan jantung
bawaan. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor prenatal:
a.
Penyakit rubella
b.
Alkoholisme
c.
Umur ibu lebih dari 40 tahun
d.
Ibu menderita penyakit DM yang
memerlukan insulin
2. Faktor genetik:
a.
Kelainan jantung pada anak yang lahir
sebelumnya.
b.
Ayah atau ibu menderita penykit jantung
bawaan.
c.
Kelainan kromosom, seperti sindroma Down.
d.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
C.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal darah akan mengalir
dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah
yang bertekanan tinggi ialah jantung
kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi
paru mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik
mempunyai tahanan yang tinggi.
Apabila terjadi hubungan antara
rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang
bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan
tinggi ke rongga jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya defek
pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah dari ventrikel kiri ke
ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau (shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya
pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga
jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah
dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut
ke ventrikel kiri yang kaya akan
oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke kiri yang dapat
berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik. Kadar oksigen yang
terlalu rendah akan menyebabkan sianosis.
Kelainan
jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
a.
Peningkatan kerja jantung, dengan
gejala: kardiomegali, hipertrofi, takhikardia
b.
Curah jantung yang rendah, dengan
gejala: gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap beraktivitas.
c.
Hipertensi pulmonal, dengan gejala:
dispnea, takhipnea
d.
Penurunan saturasi oksigen arteri,
dengan gejala: polisitemia, asidosis, sianosis.
D.
Klasifikasi
Pembagian
atas dasar kelainan fungsi sirkulasi yang terjadi, yaitu:
1. Penyakit jantung bawaan non-sianotik:
a.
Dengan vaskularisasi paru normal:
stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasio aorta, kardiomiopati.
b.
Dengan vaskularisasi paru bertambah:
defek septum atrium, defek atrioventrikularis, defek septum ventrikel, duktus
arteriosus persisten, anomaly drainase vena pulmonalis parsial.
2. Penyakit jantung bawaan sianotik:
a.
Dengan vaskularisasi paru bertambah:
transposisi arteri besar tanpa stenosis pulmonal, double outlet right ventricle
tanpa stenosis pulmonal, trunkus arteriosus persisten, ventrikel tunggal tanpa
stenosis pulmonal, anomaly total drainase vena pulmonalis.
b.
Dengan vaskularisasi paru berkurang:
stenosis pulmonal berat pada neonates, tetralogi Fallot, atresia pulmonal,
atresia tricuspid, anomaly Ebstein. (Sastroasmoro & Maldiyono, 1996)
E.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi
prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain dengan prematur (misalnya
sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat
selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik,
bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung
kongestif (CHF)
1.
Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal
jantung
2.
Machinery mur-mur persisten (sistolik,
kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
3.
Tekanan nadi besar (water hammer pulses)
/ Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm
Hg)
4.
Takhikardia (denyut apeks lebih dari
170), ujung jari hiperemik
5.
Resiko endokarditis dan obstruksi
pembuluh darah pulmonal.
6.
Infeksi saluran nafas berulang, mudah
lelah
7.
Apnea
8.
Tachypnea
9.
Nasal flaring
10. Retraksi
dada
11. Hipoksemia
12. Peningkatan
kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani,
2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)
F.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
EKG
EKG
menunjukkan gambaran normal sampai ada kalainan
a.
Hipertrofi ventrikel kiri dan
Abnormalitas atrium kiri didapatkan pada penderita dengan defek sedang.
b.
Pada VSD dengan defek besar didapatkan
adanya hipertofi ventrikel kiri maupun kanan dengan atau tanpa abnormalitas
atrium kiri
c.
Pada sindroma Eisenmenger didapatkan
gambaran hipertropfi ventnikel kanan dengan atau tanpa hipertrofi ventrikel
kiri.
2.
Foto Thoraks
Kardiomegali dengan gambaran adanya
pembesaran Atrium kiri, venrikel kiri, kadang-kadang ventrikel kanan, arteri
pulmonalis yang prominen serta peningkatan vaskularisasi paru berkorelasi
langsung dengan besarnya pirau.
3.
Ekhokadiografi
Pemeriksaan two -dimeflsiOflal dan
doppler echocardlogrphy dapat mengidentifikasi besar dan lokasi defek,
meinperkirakan besarnya tekanan arteri pulmonalis, juga mengidentifikasi
kelainafl lain yang rnenyertai serta mengestifliasi besarnya pirau.
4.
Kateterisasi Jantung
a.
Terdapat peningkatan saturasi oksigen di
ventrikel kanan serta peningkatan tekanan di atrim kin, ventrikel kin maupun
arteri pulmonalis pada VSD yang sedang dan berat.
b.
menentukan rasio aliran darab ke paru
dan sistemik (Qp/Qs ) seda menentukan raslo tahanan paru dan sistemik (RpiRs)
,nilai tensebijt kemudian dipakal sebagal pedoman indikasi dan kontraindikasi
penutupan defek.
c.
jika tekanan di arteri pulmonalis sangat
meningkat, tes dengan pembenian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas
vaskuler paru.
d.
Angiogram pada ventnikel kin untuk
melihat jumlah dan lokasi dan defek, sedangkan aortografi untuk menentukan
adanya kemungkinan regurgitasi oleh karena prolaps katub aorta.
G.
Penatalaksanaan
1.
Medik: atasi gizi, infeksi dan kegagalan
jantung. Pada kasus dengan defek kecil
dan perkembangan baik tidak memerlukan operasi.
2.
Pembedahan berupa banding, penutupan
defek.
a.
Operasi paliatif: berupa banding
(penyempitan) arteri pulmonalis untuk mengurangi aliran darah ke paru. Setelah
dilakukan banding kelak harus diikuti dengan operasi penutupan defek sekaligus
dengan membuka penyempitan arteri pulmonalis.
b.
Penutupan defek septum ventrikel.
Operasi dilakukan dengan sternotomi median, dengan bantuan mesin jantung-paru.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan merupakan
penyakit struktural jantung dan pembuluh darah besar yang sudah terdapat sejak
lahir. Perlu diingatkan bahwa tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut
dapat dideteksi segera setelah lahir.
Penyakit
ini ditemukan pada bayi dan anak-anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan
meniinggal pada waktu bayi. Oleh karena itu, penyakit jantung bawaan yang
ditemukan pada orang dewasa menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui
seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal
ini pulalah yang menyebabkan perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak
dan pada orang dewasa
Penyebab penyakit bawaan jantung belum dapat di ketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor prenatal dan faktor genetic.
B.
Saran
Kami selaku penulis menyarankan kepada
para pembaca baik individu, keluarga maupun masyarakat serta teman-teman, agar
kiranya dapat memperhatikan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi
ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah.
saya punya penyakit kelainan jantung (PJB/Penyakit Jantung Bawaan). Namun, Alhamdulillah sampai usia 40 th dengan 3 orang anak sehat. Saya bisa hidup sampai sekarang dan bisa beraktifitas bukan karena operasi di usia muda. penjelasan anda keliru....saya hanya menjaga agar jantung tetap kuat, meski kadang pernah terasa nyeri. yang saya alami adl TF (Tetralogi Fallot) dari katup sampai dengan bilik dan ada kebocoran sdkt....penyakit ini saya ketahui pada saat usia 10 th dengan check up di PMI Semarang Jl. Soegiyopranoto....sktr th. 1983...
BalasHapus