BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bronchitis akut adalah radang pada
bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga sering dinamai
juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan
jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada
morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.
Istilah bronchitis kronis menunjukkan
kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan
oleh berbagai faktor, meliputi faktor yang berasal dari luar bronchus maupun
dari bronchus itu sendiri. Bronkhitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan
dengan produksi mucus trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan
batuk yang terjadi paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun
untuk lebih dari dua tahun berturut-turut.
Bronchitis kronis bukanlah merupakan
bentuk manahun dari bronchitis akut. Walaupun demikian, seiring dengan waktu,
dapat ditemukan periode akut pada paenyakit bronchitis kronis. Hal tersebut
menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal.
Infeksi sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan kerusakan yang lebih banyak
sehingga akan meperburuk keadaan.
B. Etiologi
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi
timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi.
1.
Rokok
Menurut
buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab
utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan
penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok
berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus
epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2.
Infeksi
Eksaserbasi
bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak
adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3.
Polusi
Polusi tidak
begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok
resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis
adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O,
hidrokarbon, aldehid, ozon.
Bronkhitis
akut dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh,
yaitu:
a.
Penyakit jantung menahun, yang
disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti
menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri
mudah terjadi.
b.
Infeksi sinus paranasalis dan rongga
mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding
bronchus.
c.
Dilatasi bronkus (bronkhiektasi),
menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronkus sehingga infeksi
bakterinmudah terjadi.
d.
Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu
getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kempulan
lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994),
tanda dan gejala yang ada yaitu :
a.
Biasanya tidak demam, walaupun ada
tetapi rendah
b.
Keadaan umum baik, tidak tampak sakit,
tidak sesak
c.
Mungkin disertai nasofaringitis atau
konjungtivitis
d.
Pada paru didapatkan suara napas yang
kasar.
C. Patofisiologi
Serangan bronchitis akut dapat timbul
dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari
bronchitis kronis. Pada umumnya virus merupakan awal dari serangan bronchitis
akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis
bronchitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum
selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua
tahun berturut-turut.
Serangan bronchitis disebbabkan karena
tubuh terpapar agen infeksi maupun noninfeksi (terurtama rokok). Iritan (zat
yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan
menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkopasme. Tidak
seperti emfisema, bronchitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronchitis, aliran udara masih memungkinkan
tidak mengalami hambatan.
Pasien
dengan bronchitis kronis akan mengalami:
1.
Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mucus
pada bronchus besar sehingga meningkatkan produksi mucus.
2.
Mucus lebih kental
3.
Kerusakan fungsi siliari yang dapat
menurunkan mekanisme pembersihan mucus.
D. Manifestasi
Klinik
1.
Penampilan umum: cenderung overweight,
sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), dan
barrel chest.
2.
Usia: 45-65 tahun
3.
Pengkajian:
a. Batuk
persisten,produksi sputum seperti kopi, dispnea dalam beberapa keadaan,
variable wheezing pada saat ekspirasi, serta seringnya infeksi pada system
repirasi
b. Gejala
biasanya timbul pada waktu yang lama.
4.
Jantung: pembesaran jantung, cor
pulmonal, dan Hematokrit > 60%.
5.
Riwayat merokok positif (+).
E. Manajemen Medis
Pengobatan utama ditujukan untuk
mencegah, mengontrol infeksi, dan meningkatkan drainase bronchial menjadi
jernih. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:
1.
Antimicrobial
2.
Postural drainase
3.
Bronchodilator
4.
Aerosolized Nebulizer
5.
Surgical Intervention
F. komplikasi
1.
Bronkitis Akut yang tidak ditangani
cenderung menjadi Bronkitis Kronik
2.
Pada anak yang sehat jarang terjadi
komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media,
Sinusitis dan Pneumonia
3.
Bronkitis Kronik menyebabkan mudah
terserang infeksi
4.
Bila sekret tetap tinggal, dapat
menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan
melakukan aktivitas
sehari
– hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda :
Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan
massa otot.
2.
Sirkulasi
Gejala
: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda :
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia
berat,
Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup,
Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis,
Pucat, dapat
menunjukkan anemi.
3.
Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah,
nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan
untuk makan, penurunan berat badan,
peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor
kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan berat
badan, palpitasi abdomen.
4.
Hygiene
Gejala
: Penurunan kemampuan/peningkatan
kebutuhan
Tanda
: Kebersihan buruk, bau badan.
5.
Pernafasan
Gejala :
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3
bulan
berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk
hilang
timbul.
Tanda :
Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan, bentuk barel
chest,
gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi, perkusi
hyperresonan pada area paru, warna pucat
dengan cyanosis bibir dan
dasar
kuku, abu – abu keseluruhan.
6.
Interaksi sosial
Gejala :
Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan/terhadap pasangan atau
orang
dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik
Tanda :
Ketidak mampuan untuk mempertahankan suara karena distress
pernafasan.
Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan
anggota keluarga lain.
B.
Pemeriksaan Fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan
kelainan fisik. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi
dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi
maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda
overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar
hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak
jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang
disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.
C.
Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
peningkatan produksi sekret.
2.
Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi
jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
3.
Pola nafas tidak efektif b.d
broncokontriksi, mukus.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
b.d dispnoe, anoreksia, mual muntah.
5.
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d menetapnya
sekret, proses penyakit kronis.
D.
Intervensi
1. Diagnosa I : Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi
sekret.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten.
Intervensi
|
Rasional
|
Auskultasi
bunyi nafas.
|
Beberapa
derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
|
Kaji/pantau
frekuensi pernafasan.
|
Tachipnoe
biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses
infeksi akut.
|
Dorong/bantu
latihan nafas abdomen atau bibir
|
Memberikan
cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
|
Observasi
karakteristik batuk
|
Batuk
dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau
kelemahan
|
Tingkatkan
masukan cairan sampai 3000 ml/hari
|
Hidrasi
membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
|
2. Diagnosa 2
: Kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasme bronchus.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan yang
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala
distress pernafasan.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
|
Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
|
Tinggikan kepala tempat tidur, dorong
nafas dalam.
|
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan
nafas, dispenea dan kerja nafas.
|
Auskultasi bunyi nafas.
|
Bunyi nafas makin redup karena
penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
|
Awasi tanda vital dan irama jantung
|
Takikardia, disritmia dan perubahan
tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
|
Awasi GDA .
|
PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2
menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil
|
Berikan O2 tambahan sesuai dengan
indikasi hasil GDA
|
Dapat memperbaiki/mencegah buruknya
hipoksia.
|
3. Diagnosa 3 : Pola nafas tidak efektif bhd broncokontriksi,
mukus.
Tujuan : Perbaikan dalam pola nafas.
Intervensi
|
Rasional
|
Ajarkan pasien pernafasan diafragma dan
pernafasan bibir
|
Membantu pasien memperpanjang waktu
ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
|
Berikan dorongan untuk menyelingi
aktivitas dan periode istirahat
|
memungkinkan pasien untuk melakukan
aktivitas tanpa distres berlebihan.
|
Berikan dorongan penggunaan pelatihan
otot-otot pernafsan jika diharuskan
|
menguatkan dan mengkondisikan
otot-otot pernafasan
|
4.
Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan bhd
dispnoe,
anoreksia, mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kebiasaan diet.
|
Pasien distress pernafasan akut,
anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
|
Auskultasi bunyi usus
|
Penurunan bising usus menunjukkan
penurunan motilitas gaster.
|
Berikan perawatan oral
|
Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan
utama yang dapat membuat mual dan muntah.
|
Timbang berat badan sesuai indikasi.
|
Berguna menentukan kebutuhan kalori
dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
|
Konsul ahli gizi
|
Kebutuhan kalori yang didasarkan pada
kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
|
5.
Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan
menetapnya sekret, proses penyakit
kronis.
Tujuan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah
resiko tinggi
Intervensi
|
Rasional
|
Awasi suhu.
|
Demam dapat terjadi karena infeksi
atau dehidrasi
|
Observasi warna, bau sputum
|
Sekret berbau, kuning dan kehijauan
menunjukkan adanya infeksi.
|
Tunjukkan dan bantu pasien tentang
pembuangan sputum.
|
Mencegah penyebaran patogen.
|
Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi
adekuat
|
Malnutrisi dapat mempengaruhi
kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap infeksi.
|
Berikan anti mikroba sesuai indikasi
|
Dapat diberikan untuk organisme khusus
yang teridentifikasi dengan kultur.
|
E.
Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan
intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien.
Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif
maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan
pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya
untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah pertukaran gas,meningkatkan
masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat memperburuknya kondisi,
memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Remcana
Asuhan Keperawatan)
F.
Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan
adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang
diharapkan telah dicapai. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan
kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan
dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan
respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin
diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu
: jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan
nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat,
kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada
bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai
faktor, meliputi faktor yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus
itu sendiri. Bronkhitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi
mucus trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi
paling sedikit selama tiga bulan dalam waktu satu tahun untuk lebih dari dua
tahun berturut-turut.
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi
timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi.
B.
Saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar