PENDEKATAN
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi deskirptiif adalah studi pendekatan epidemiologi yang
bertujuan untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam
masyarakat dengan menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit
berdsarkan atribut & variabel menurut segitiga epidemiologi (orang, Tempat,
dan Waktu)
Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan
dari studi analitik ayng dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode
tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada sekelompok masyarakat tertentu yang
mempunyai masalah kesehatan maka disebutlah studi kasus tetapi jika ditujukan
untuk pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan surveilans serta
bila ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko maupun akibatnya
maka disebut dengan studi potong lintang atau cross sectional
Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :
1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah
kesehatan sehingga dapat diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak
terserang.
2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan
pada berbagai kelompok.
3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor
yang mungkin berhubungan terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu
formulasi hipotesis).
Kategori berdasarkan unit pengamatan atau analisis epidemiologi deskriptif
dibagi 2 yaitu:
- Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).
- Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong Lintang (Cross-sectional).
Adapun Ciri-ciri studi deskriptif
sebagai berikut:
1. Bertujuan untukmenggambarkan
2. Tidak terdapt kelompok pembanding
3. Hubunga seba akiba hanya merupakan suatu perkiraan
ataau semacam asumsi
4. Hasil penelitiannya berupa hipotesis
5.
Merupakan studi pendahluan untuk studi yang mendalam
Hasil penelitian deskriptif
dapat di gunakan untuk:
1. Untuk
menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
2. Untuk
menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah dilaksanakan
3. sebagai
bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut
4. Untuk Membandingkan frekuensi distribusi
morbiditas atau mortalitas antara wilayah atau satu wil dalam waktu yang
berbeda.
Konsep yang terpenting juga dalam studi epidemiologi deskriptif adalah
bagaimana menjawab pertanyaan 5W+1H. Hal tersebut mengacu pada
variabel-variabel segitiga epidemiologi terdiri dari orang (person), tempat
(place) dan waktu (time).
A. Orang (Person)
Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial,
pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur
keluarga dan paritas.
1. Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam
penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian
didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.
Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola
kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah
apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam
pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan
atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan
pengelompokan umur pada penelitian orang lain.
Didalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang
kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti
catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak
menjadi soal yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang
telah bersekolah.
2.
Jenis
Kelamin
Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi
dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria, juga
pada semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut.
Perbedaan angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intinsik.
Yang pertama
diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin atau
perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena berperannya
faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum minuman
keras, candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya,
dan seterusnya).
Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di
Amerika Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk
mencari perawatan. Di Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi
bahwa kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin, angka kematian untuk
berbagai penyakit lebih tinggi pada kalangan pria.
3.
Kelas
Sosial
Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan
angka kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan
seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan,
pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal.
Karena hal-hal ini dapat
mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka tidaklah
mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan
atau kematian antara berbagai kelas sosial.
Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan indikator
tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini didasarkan
atas dasar jenis pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II (menengah), III
(tenaga terampil), IV (tenaga setengah terampil) dan V (tidak mempunyai
keterampilan).
Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis
pekerjaan tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan. Hubungan antara
kelas sosial dan angka kesakitan atau kematian kita dapat mempelajari pula
dalam hubungan dengan umur, dan jenis kelamin.
4. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa
jalan yakni
a. Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung
dapat menimbulkan kesakitan
seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress
(yang telah dikenal sebagai faktor
yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
c. Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan;
di Amerika Serikat ditunjukkan
bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang
mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”.
bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang
mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”.
d. Karena berkerumun di satu tempat yang relatif
sempit maka dapat terjadi proses
penularan penyakit antara para pekerja.
penularan penyakit antara para pekerja.
e. Penyakit karena cacing tambang telah lama
diketahui terkait dengan pekerjaan
di tambang.
di tambang.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak
dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker.Jenis pekerjaan apa saja yang hendak
dipelajari hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan
pengaruh variabel umur dan jenis kelamin.
5.
Penghasilan
Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai
cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan sebagainya.
6.
Golongan
Etnik
Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam kebiasaan makan, susunan
genetika, gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan
perbedaan-perbedaan didalam angka kesakitan atau kematian.
Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit antar
golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi
menurut susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lain yang dianggap
mempengaruhi angka kesakitan dan kematian itu.
Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai
pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam
hal ini ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung.
Didalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli di
Jepang dan keturunan Jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini
menjadi kurang prevalen di kalangan turunan Jepang di Amerika Serikat. Ini
menunjukkan bahwa peranan lingkungan penting didalam etiologi kanker lambung.
7.
Status
Perkawinan
Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka
kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda;
angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua
sebab makin meninggi dalam urutan tertentu.
Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak kawin
dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orang-orang yang
tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak kawin lebih
sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan dalam
gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit
tertentu.
8.
Besarnya
Keluarga
Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita oleh karena
penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.
9.
Struktur
Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti
penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu
keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal
berdesak-desakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan
penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya; karena persediaan
harus digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat
membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya.
10.
Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan
kesehatan si ibu maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat kecenderungan
kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi,
terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti
asma bronchiale, ulkus peptikum, pilorik stenosis dan seterusnya. Tapi
kesemuanya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
- Tempat (Place)
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk
perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai etiologi
penyakit.
Perbandingan pola
penyakit sering dilakukan antara :
1. Batas daerah-daerah
pemerintahan
2. Kota dan pedesaan
3. Daerah
atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut
atau padang pasir)
atau padang pasir)
4. Negara-negara
5. Regional
Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit,
perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas
administrasi pemerintahan.
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan
batas-batas alam ialah : keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur,
kelembaban, turun hujan, ketinggian diatas permukaan laut, keadaan tanah,
sumber air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat
kemajuan ekonomi, pendidikan, industri, pelayanan kesehatan, bertahannya
tradisi-tradisi yang merupakan hambatan-hambatan pembangunan, faktor-faktor
sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan,
sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya vektor penyakit menular tertentu,
reservoir penyakit menular tertentu, dan susunan genetika), dan sebagainya.
Pentingnya peranan tempat didalam mempelajari etiologi suatu penyakit
menular dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan
diuraikan nanti.
Didalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan pedesaan,
faktor-faktor yang baru saja disebutkan diatas perlu pula diperhatikan. Hal
lain yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau ke
desa terhadap pola penyakit, di kota maupun di desa itu sendiri.
Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan
penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di
sekitarnya.
Peranan migrasi atau mobilitas geografis didalam mengubah pola penyakit di
berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya perhubungan darat,
udara dan laut; lihatlah umpamanya penyakit demam berdarah.
Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi suatu
penyakit dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah dan pada
menyelidikan-penyelidikan mengenai kaum migran.
Didalam memperbandingkan angka
kesakitan atau angka kematian antar daerah (tempat) perlu diperhatikan terlebih
dahulu di tiap-tiap daerah (tempat) :
1. Susunan umur
2. Susunan
kelamin
3. Kualitas data
4. Derajat
representatif dari data terhadap seluruh penduduk.
Walaupun telah dilakukan standarisasi berdasarkan umur dan jenis kelamin,
memperbandingkan pola penyakit antar daerah di Indonesia dengan menggunakan
data yang berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan, harus dilaksanakan dengan
hati-hati, sebab data tersebut belum tentu representatif dan baik kualitasnya.
Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain
mungkin berhubungan dengan 1 atau lebih dari beberapa faktor sebagai berikut :
1. Lingkungan fisis, kemis, biologis, sosial dan
ekonomi yang berbeda-beda dari
suatu tempat ke tempat lainnya.
suatu tempat ke tempat lainnya.
2. Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk
yang berbeda, bervariasi seperti
karakteristik demografi.
karakteristik demografi.
3. Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan,
pekerjaan, keluarga, praktek higiene
perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.
perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.
4. Variasi administrasi termasuk faktor-faktor
seperti tersedianya dan efisiensi
pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.
pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.
Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya
penyakit demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya
disebabkan oleh adanya “reservoir” infeksi (manusia atau kera), vektor (yaitu
Aedes aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan
suburnya agen penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim
ditemukan tetapi tidak ada sumber infeksi disebut “receptive area” untuk demam
kuning.
Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang
frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah
dimana terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemi
(endemic goiter) di daerah yang kekurangan yodium.
- Waktu (Time)
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar
didalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit
menurut waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat
panjangnya waktu dimana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan :
1. Fluktuasi jangka pendek dimana perubahan angka
kesakitan berlangsung
beberapa jam, hari, minggu dan bulan.
beberapa jam, hari, minggu dan bulan.
2. Perubahan-perubahan secara siklus dimana
perubahan-perubahan angka
kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari, beberapa
bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun.
kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari, beberapa
bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun.
3. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang
berlangsung dalam periode waktu
yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “secular trends”.
yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “secular trends”.
- Fluktuasi Jangka Pendek
Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemi
keracunan makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau
minggu), epidemi cacar (beberapa bulan).
Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa :
1. Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan atau
hampir bersamaan.
1. Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan atau
hampir bersamaan.
2. Waktu inkubasi
rata-rata pendek.
- Perubahan-Perubahan Secara Siklus
Perubahan secara siklus ini didapatkan pada keadaan dimana timbulnya dan
memuncaknya angka-angka kesakitan atau kematian terjadi berulang-ulang tiap
beberapa bulan, tiap tahun, atau tiap beberapa tahun. Peristiwa semacam ini
dapat terjadi baik pada penyakit infeksi maupun pada penyakit bukan infeksi.
Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau
kematian suatu penyakit yang ditularkan melalui vektor secara siklus ini adalah
berhubungan dengan :
1. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan
transmisi penyakit oleh vektor yang
bersangkutan, yakni apakah temperatur atau kelembaban memungkinkan
transmisi.
bersangkutan, yakni apakah temperatur atau kelembaban memungkinkan
transmisi.
2. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari
vektor sedemikian banyak untuk
menjamin adanya kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi.
menjamin adanya kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi.
3. Selalu adanya
kerentanan
4. Adanya
kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang
menyebabkan mereka terserang oleh “vektor bornedisease” tertentu.
menyebabkan mereka terserang oleh “vektor bornedisease” tertentu.
5. Tetapnya
kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit.
6. Adanya
faktor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau berubahnya
siklus berarti adanya perubahan dari salah satu atau lebih hal-hal tersebut diatas.
siklus berarti adanya perubahan dari salah satu atau lebih hal-hal tersebut diatas.
Penjelasan mengenai timbulnya atau memuncaknya penyakit menular yang
berdasarkan pengetahuan yang kita kenal sebagai bukan vektor borne secara
siklus masih jauh lebih kurang dibandingkan dengan vektor borne diseases yang
telah kita kenal. Sebagai contoh, belum dapat diterangkan secara pasti mengapa
wabah influensa A bertendensi untuk timbul setiap 2-3 tahun, mengapa influensa
B timbul setiap 4-6 tahun, mengapa wabah campak timbul 2-3 tahun (di Amerika
Serikat).
Sebagai salah satu sebab yang disebutkan ialah berkurangnya penduduk yang
kebal (meningkatnya kerentanan) dengan asumsi faktor-faktor lain tetap. Banyak
penyakit-penyakit yang belum diketahui etiologinya menunjukkan variasi angka
kesakitan secara musiman.
Tentunya observasi ini dapat membantu didalam memulai dicarinya etiologi
penyakit-penyakit tersebut dengan catatan-catatan bahwa interpretasinya sulit
karena banyak keadaan yang berperan terhadap timbulnya penyakit juga ikut
berubah pada perubahan musim, perubahan populasi hewan, perubahan
tumbuh-tumbuhan yang berperan tempat perkembangbiakan, perubahan dalam susunan
reservoir penyakit, perubahan dalam berbagai aspek perilaku manusia seperti
yang menyangkut pekerjaan, makanan, rekreasi dan sebagainya.
Sebab-sebab timbulnya atau memuncaknya beberapa penyakit karena gangguan
gizi secara bermusim belum dapat diterangkan secara jelas.
Variasi musiman ini telah dihubung-hubungkan dengan perubahan secara
musiman dari produksi, distribusi dan konsumsi dari bahan-bahan makanan yang
mengandung bahan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi maupun keadaan
kesehatan individu-individu terutama dalam hubungan dengan penyakit-penyakit
infeksi dan sebagainya.