kesehatan

Sabtu, 08 Juni 2013

PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

PENDEKATAN EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi deskirptiif adalah studi pendekatan epidemiologi yang bertujuan untuk menggambarkan masalah kesehatan yang terdapat di dalam masyarakat dengan menentukan frekuensi, distribusi dan determinan penyakit berdsarkan atribut & variabel menurut segitiga epidemiologi (orang, Tempat, dan Waktu)
Studi Deskriptif disebut juga studi prevalensi atau studi pendahuluan dari studi analitik ayng dapat dilakukan suatu saat atau suatu periode tertentu. Jika studi ini ditujukan kepada sekelompok masyarakat tertentu yang mempunyai masalah kesehatan maka disebutlah studi kasus tetapi jika ditujukan untuk pengamatan secara berkelanjutan maka disebutlah dengan surveilans serta bila ditujukan untuk menganalisa faktor penyebab atau risiko maupun akibatnya maka disebut dengan studi potong lintang atau cross sectional
Tujuan epidemiologi deskriptif adalah :
1. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat diduga kelompok mana di masyarakat yang paling banyak terserang.
2. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.
3. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan terhadap masalah kesehatan (menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).
Kategori berdasarkan unit pengamatan atau analisis epidemiologi deskriptif dibagi 2 yaitu:
  • Populasi : Studi Korelasi Populasi, Rangkaian Berkala (time series).
  • Individu : Laporan Kasus (case report), Rangkaian Kasus (case series), Studi Potong Lintang (Cross-sectional).
Adapun Ciri-ciri studi deskriptif sebagai berikut:
1. Bertujuan untukmenggambarkan
2. Tidak terdapt kelompok pembanding
3. Hubunga seba akiba hanya merupakan suatu perkiraan ataau semacam asumsi
4. Hasil penelitiannya berupa hipotesis
5. Merupakan studi pendahluan untuk studi yang mendalam
Hasil penelitian deskriptif dapat di gunakan untuk:
1. Untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
2. Untuk menentukan dan menilai program pemberantasan penyakit yang telah dilaksanakan
3. sebagai bahan untuk mengadakan penelitain lebih lanjut
4. Untuk Membandingkan frekuensi distribusi morbiditas atau mortalitas antara wilayah atau satu wil dalam waktu yang berbeda.
Konsep yang terpenting juga dalam studi epidemiologi deskriptif adalah bagaimana menjawab pertanyaan 5W+1H. Hal tersebut mengacu pada variabel-variabel segitiga epidemiologi terdiri dari orang (person), tempat (place) dan waktu (time).
A.    Orang (Person)
Disini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas.
1.      Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur.
Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan umur pada penelitian orang lain.
Didalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak menjadi soal yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka yang telah bersekolah.
2.   Jenis Kelamin
Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria, juga pada semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intinsik.
Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena berperannya faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum minuman keras, candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan seterusnya).
Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di Amerika Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk mencari perawatan. Di Indonesia keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi bahwa kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin, angka kematian untuk berbagai penyakit lebih tinggi pada kalangan pria.
3.    Kelas Sosial
Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan angka kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal. Karena hal-hal ini dapat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial.
Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan indikator tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini didasarkan atas dasar jenis pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II (menengah), III (tenaga terampil), IV (tenaga setengah terampil) dan V (tidak mempunyai keterampilan).
Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis pekerjaan tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan. Hubungan antara kelas sosial dan angka kesakitan atau kematian kita dapat mempelajari pula dalam hubungan dengan umur, dan jenis kelamin.



4. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni
a. Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan
seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor
yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
c. Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan
bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang
mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak badan”.
d. Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses
penularan penyakit antara para pekerja.
e. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan
di tambang.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker.Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variabel umur dan jenis kelamin.


5.   Penghasilan
Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan sebagainya.
6.   Golongan Etnik
Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam kebiasaan makan, susunan genetika, gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan-perbedaan didalam angka kesakitan atau kematian.
Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit antar golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi menurut susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi angka kesakitan dan kematian itu.
Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam hal ini ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung.
Didalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli di Jepang dan keturunan Jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini menjadi kurang prevalen di kalangan turunan Jepang di Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa peranan lingkungan penting didalam etiologi kanker lambung.


7.   Status Perkawinan
Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda; angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu.
Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak kawin dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orang-orang yang tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang-orang yang tidak kawin lebih sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit tertentu.
8.   Besarnya Keluarga
Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.
9.   Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-desakan didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan penularan penyakit menular di kalangan anggota-anggotanya; karena persediaan harus digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya.

10.   Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan si ibu maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti asma bronchiale, ulkus peptikum, pilorik stenosis dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
  1. Tempat (Place)
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai etiologi penyakit.
Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :
1. Batas daerah-daerah pemerintahan
2. Kota dan pedesaan
3. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut
atau padang pasir)
4. Negara-negara
5. Regional
Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit, perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas administrasi pemerintahan.


Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas alam ialah : keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, turun hujan, ketinggian diatas permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan, industri, pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatan-hambatan pembangunan, faktor-faktor sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya vektor penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan susunan genetika), dan sebagainya.
Pentingnya peranan tempat didalam mempelajari etiologi suatu penyakit menular dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan diuraikan nanti.
Didalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan pedesaan, faktor-faktor yang baru saja disebutkan diatas perlu pula diperhatikan. Hal lain yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau ke desa terhadap pola penyakit, di kota maupun di desa itu sendiri.
Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di sekitarnya.
Peranan migrasi atau mobilitas geografis didalam mengubah pola penyakit di berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya perhubungan darat, udara dan laut; lihatlah umpamanya penyakit demam berdarah.
Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi suatu penyakit dapat digambarkan dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah dan pada menyelidikan-penyelidikan mengenai kaum migran.
 Didalam memperbandingkan angka kesakitan atau angka kematian antar daerah (tempat) perlu diperhatikan terlebih dahulu di tiap-tiap daerah (tempat) :
1. Susunan umur
2. Susunan kelamin
3. Kualitas data
4. Derajat representatif dari data terhadap seluruh penduduk.
Walaupun telah dilakukan standarisasi berdasarkan umur dan jenis kelamin, memperbandingkan pola penyakit antar daerah di Indonesia dengan menggunakan data yang berasal dari fasilitas-fasilitas kesehatan, harus dilaksanakan dengan hati-hati, sebab data tersebut belum tentu representatif dan baik kualitasnya.
Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain mungkin berhubungan dengan 1 atau lebih dari beberapa faktor sebagai berikut :
1. Lingkungan fisis, kemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda dari
suatu tempat ke tempat lainnya.
2. Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti
karakteristik demografi.
3. Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene
perorangan dan bahkan persepsi tentang sakit atau sehat.
4. Variasi administrasi termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi
pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.


Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya penyakit demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya disebabkan oleh adanya “reservoir” infeksi (manusia atau kera), vektor (yaitu Aedes aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan suburnya agen penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim ditemukan tetapi tidak ada sumber infeksi disebut “receptive area” untuk demam kuning.
Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah dimana terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil, Jepang), gondok endemi (endemic goiter) di daerah yang kekurangan yodium.
  1. Waktu (Time)
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan dasar didalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit menurut waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat panjangnya waktu dimana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan :
1. Fluktuasi jangka pendek dimana perubahan angka kesakitan berlangsung
beberapa jam, hari, minggu dan bulan.
2. Perubahan-perubahan secara siklus dimana perubahan-perubahan angka
kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari, beberapa
bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun.
3. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode waktu
yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut “secular trends”.

  1. Fluktuasi Jangka Pendek
Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemi keracunan makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau minggu), epidemi cacar (beberapa bulan).
Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa :
1.
Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan atau
hampir bersamaan.
2. Waktu inkubasi rata-rata pendek.
  1. Perubahan-Perubahan Secara Siklus
Perubahan secara siklus ini didapatkan pada keadaan dimana timbulnya dan memuncaknya angka-angka kesakitan atau kematian terjadi berulang-ulang tiap beberapa bulan, tiap tahun, atau tiap beberapa tahun. Peristiwa semacam ini dapat terjadi baik pada penyakit infeksi maupun pada penyakit bukan infeksi.
Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian suatu penyakit yang ditularkan melalui vektor secara siklus ini adalah berhubungan dengan :
1. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh vektor yang
bersangkutan, yakni apakah temperatur atau kelembaban memungkinkan
transmisi.
2. Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vektor sedemikian banyak untuk
menjamin adanya kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi.
3. Selalu adanya kerentanan
4. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang
menyebabkan mereka terserang oleh “vektor bornedisease” tertentu.
5. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit.
6. Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya atau berubahnya
siklus berarti adanya perubahan dari salah satu atau lebih hal-hal tersebut diatas.
Penjelasan mengenai timbulnya atau memuncaknya penyakit menular yang berdasarkan pengetahuan yang kita kenal sebagai bukan vektor borne secara siklus masih jauh lebih kurang dibandingkan dengan vektor borne diseases yang telah kita kenal. Sebagai contoh, belum dapat diterangkan secara pasti mengapa wabah influensa A bertendensi untuk timbul setiap 2-3 tahun, mengapa influensa B timbul setiap 4-6 tahun, mengapa wabah campak timbul 2-3 tahun (di Amerika Serikat).
Sebagai salah satu sebab yang disebutkan ialah berkurangnya penduduk yang kebal (meningkatnya kerentanan) dengan asumsi faktor-faktor lain tetap. Banyak penyakit-penyakit yang belum diketahui etiologinya menunjukkan variasi angka kesakitan secara musiman.
Tentunya observasi ini dapat membantu didalam memulai dicarinya etiologi penyakit-penyakit tersebut dengan catatan-catatan bahwa interpretasinya sulit karena banyak keadaan yang berperan terhadap timbulnya penyakit juga ikut berubah pada perubahan musim, perubahan populasi hewan, perubahan tumbuh-tumbuhan yang berperan tempat perkembangbiakan, perubahan dalam susunan reservoir penyakit, perubahan dalam berbagai aspek perilaku manusia seperti yang menyangkut pekerjaan, makanan, rekreasi dan sebagainya.
Sebab-sebab timbulnya atau memuncaknya beberapa penyakit karena gangguan gizi secara bermusim belum dapat diterangkan secara jelas.
Variasi musiman ini telah dihubung-hubungkan dengan perubahan secara musiman dari produksi, distribusi dan konsumsi dari bahan-bahan makanan yang mengandung bahan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi maupun keadaan kesehatan individu-individu terutama dalam hubungan dengan penyakit-penyakit infeksi dan sebagainya.


Jumat, 07 Juni 2013

konsep sehat sakit


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjvGvjRCzXZSrQURS0Jk1Enfi2IOZgIJjLZ3rycPOeJftrfhgR-GMXLS4KQvrOtUjV6jwp3J7WLX-nTQpF5qeOyGIeStFxk1F3sAROYWl7r7ID5DfqQvXdypkSs5-7nJFmJ4CvkSUbR9M7/s320/diagram+sehat-sakit.jpg
A. Latar Belakang.
     Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menyadari bahwa klien adalah manusia utuh dan unik yang terdiri dari aspek bio, psiko, sosial, dan spritual tuntutan masyarakat akan kwalitas pelayanan perawatan cenderung semakin meningkat. Hal ini membawa dampak yang positif terhadap peran dan fungsi perawat untuk mengantisipasi tuntutan masyarakat mutu pelayanan perawatan.

     Pada pengkajian seringkali perawat hanya memusatkan perhatian pada aspek biologis atau fisiknya saja, sehingga asuhan keperawatan secara konprensif tidak tercapai. Maka dari itu perlunya perawat untuk membekali baik ilmu maupun pengalaman-pengalaman. Sehingga respon klien dapat terkaji lebih dalam dengan tujuan mengenal dan menentukan masalahnya atau kebutuhannya.

a.  Pengertian konsep sehat.
     Sejak dahulu sekitar abad 1 bahwa konsep sehat sakit telah dipergunakan walaupun pengertian masih sangat terbatas. Pada saat ini sehat banyak diartikan dalam kadar yang normal atau lazim yang terjadi pada individu dalam arti bahwa individu tersebut tidak merasakan keluhan sebaliknya sakit diartikan suatu keadaan yang tidak normal atau lazim pada diri seseorang, misalnya adanya keluhan pusing yang tidak tertahankan, panas, dan sebagainya, sehingga pada saat itu dapat disimpulkan bahwa sehat itu bukan dari suatu penyakit.

1. Sehat menurut WHO.
Sehat:  a state of complete physical, mental, and social well being and not merely the absence of illness or indemnity. (sesuatu keadaan yang sejahtera menyeluruh baik fisik, mental, dan social dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan).
2.  Sakit adalah suatu kondisi dimana kesehatan tubuh lemah. (Webster’s New Collegiate Dictionary).
3.  Sakit adalah keadaan yang disebabkan oleh bermacam-macam hal, bisa suatu kejadian, kelainan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap susunan jaringan tubuh, dari fungsi jaringan itu sendiri maupun fungsi keseluruhan.

Fase-fase sakit:

1.  Fase Latent.
     Seseorang sudah terinfeksi suatu microorganisme, karena badan seseorang baik maka gejala-gejala dan tanda-tanda serta keluhan belum ada, sehingga aktivitas sehari-hari dapat dilakukan / dilaksanakan.

2.  Prodromal.
     Pada fase ini seseorang sudah terdapat peningkatan, bahwa dirinya sakit, seperti tak enak badan atau kadang-kadang lemas.


3.  Akut
     Tanda dan gejala akan bertambah dan semakin lengkap, bentuknya disini klien baru sadar bahwa dirinya sakit, kadang-kadang emosinya tidak stabil dan lekas marah, dan ia hanya mampu memikirkan dirinya sendiri dan penyakitnya.

4.  Resolusi.
     Klien perlu tindakan yang sifatnya mengembalikan fungsi secara normal.


C.  Rentang Sehat Sakit.

1.  Status sehat sakit tidak bersifat mutlak karena sehat-sakit merupakan rentang (jarak)      
2.  Skala akur secara hipotesis dengan mengukur kesehatan seseorang. Uraian diatas menyebutkan bahwa tidak ada standar / ukuran yang pasti untuk mengatakan keadaan seseorang itu sehat sakit.
3.  Dinamis dan Individual.
     Status kesehatan seseorang sifatnya berubah-ubah dan sifatnya individual. Intensitasnya dan mekanisme koping yang dipergunakan.
4.  Jarak sehat optimal             Kematian.

2.  Sehat Menurut Dunn (1959).
     Sehat adalah sesuatu kejadian dimana tidak adanya tanda-tanda dan gejala dari penyakit.

3.  Sehat Menurut Perkin,s.
     Sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis setara bentuk tubuh dan fungsinya yang dapat mengadakan penyesuaian, sehingga tubuh dapat mengatasi gangguan dari luar.

4.  Sehat Menurut UU No.23 tahun 1992 Tentang Kesehatan.
     Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Ada 4 unsur pendatang tentang sehat:

1.  Biologis    : bebas dari penyakit.
2.  Psikologis : sejahtera dan aktualisasi diri.
3.  Sosial       : mampu mangadaptasi tanggung jawab sosial, dan fungsi peran.
4.  Adaptasi   :  mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan.






B.  Pengertian Sakit.
     Pengertian sakit dalam bahasa inggris diartikan illness dan disease perbedaan kedua istilah ini sebagai berikut;
1.    Illness:
·         Konsepnya abstrak.
·         Sifatnya subyektif.
·         Akibat mekanisme koping (pertahanan) tak adekuat.

2.    Disease:
·         Suatu kondisi yang patologis
·         Terdapat sign dan symptom


Ada beberapa pendapat mengenai kondisi sakit sbb:
1.  sakit adalah gangguan dalam siklus hidup. (Imogene King)
2.  sakit adalah suatu keadaan gangguan yang tidak menyenangkan menimpa seseorang sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani, rohani dan sosial (Perkin’s)
3.  Kriteria sehat menurut WHO, Seseorang dikatakan sehat jiwa:
·         Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk.
·         Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.
·         Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.
·         Dapat berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan.
·         Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.
·         Dapat menerima kecemasan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari.
·         Dan akhirnya, tidak kalah pentingnya mempunyai rasa kasih sayang yang besar.
4.  Kriteria sehat-sakit jiwa menurut America Psychiatriy Association.
     Menilai kesehatan jiwa terdiri dati 6 dimensi:
·         Ketidak bahagian.
·         Kehilangan kegembiraan.
·         Ketegangan.
·         Perasaan muda tersinggung.
·         Kurang percaya diri.
·         Keragu-raguan.
5.  Kriteria sehat-sakit mental A. Maslow:
·         Memiliki persepsi realitas yang efektif.
·         Menerima diri, orang lain, lingkungan.
·         Spontan.
·         Sederhana dan wajar.


C.  Sakit.
     Sakit merupakan ketidak seimbangan dari kondisi normal tubuh manusia diantaranya sistem biologik dan kondisi penyesuaian. Sakit menurut Bauman, 1985. mengemukakan tiga kriteria dari keadaan sakit:
·         Adanya gejala
·         Persepsi tentang keadaan yang dirasakan.
·         Kemampuan dalam aktivitas sehari-hari.

D.  Konsep Sehat-Sakit Mental (Jiwa)
     a. beberapa definisi kesehatan mental:
     1.  Menurut Jinis ”kemampuan individu untuk mengatasi sterss secara fungsional dengan baik”.
     2.  Definisi kesehatan jiwa menurut WHO.
          Suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional seseorang individu secara optimal dan sejauh ini cocok dengan perkembangan optimal individu-individu yang lain.
     3.  Definisi kesehatan jiwa berdasarkan UU No.23 tahun 1992. tentang kesehatan Jiwa Pasal 24 ayat 1 ” Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara optimal baik intelektual maupun emosional”.

E.  Kondisi sehat jiwa dan kriteria-kriterianya.
     1.  Kondisi sehat jiwa menurut, Maria Johada:
·   Sehat jiwa tak dapat dijelaskan dengan konsep sederhana dan item tunggal dari perilaku tidak adekuat
·   Kriteria untuk menilai sehat jiwa harus dalam bentuk yang operasional dengan sekala dan utama.
·   Masing-masing kriteria dengan rentang.
·   Kriteria sehat jiwa menunjukan kecenderungan kearah sehat atau sakit.
·   Kriteria ini memuat atribut individu.
·   Kriteria sehat jiwa di katakan optimal bukan absolut.

2.    Kriteria sehat jiwa menurut, Maria Johanda:
·   Sikap positif pada diri sendiri, menerima diri sendiri identitas diri yang memadai, penilaian yang realistik terhadap kemampuan dan kekurangannya.
·   Serapan terhadap kenyataan.
·   Integrasi kesatuan kepribadian.
·   Kemampuan pengembangan kemampuan dasar secara fisik, intelegtual, emosional dan sosial.


    






Rentang Dari Fenomena Sehat-Sakit / Mental.

Faktor Predisposisi
(Bio – Psiko – Sosial - Spritual / Kultural)





Faktor Presifikasi / Stressor
(Sifat – Asal – Waktu - Jumlah)





Penilaian Primer Teradap Stressor
(Kognitif – Afektif – Fisiologis – Tingkah laku - Sosial)




Mekanisme Penyesuaian (Koping)
(task oriented – ego oriented)




                     Konstruktif / Adaptif                         Destruktif / Maladaktif





                            Neoritik                                                 Psikotik  
                   Gangguan jiwa ringan                                     ggn jiwa berat
                           (tidak bisa tidur – nafsu makan)              (perbuatan – perasaan - pikiran)














B.  Faktor Persepsi / stressor
·         Sifat stressor dan intensitas.
·         Lama pemaparan stressor.
·         Jumlah stressor yang dihadapi.
·         Pengalaman waktu yang lalu.


C.  Penilai Primer terhadap stressor.
     1.  Kognitif.
     2.  Afektif.
     3.  Fisiologis.
     4.  Tingkah laku.
     5.  Sosial / kultural.

D.  Penilai skunder terhadap sumber.
     1.  kognitif.
     2.  Afektif.
     3.  Respon fisiologis.

V.  Respon Perawat untuk klien dan keluarga.
·         Bantu menurunkan aspek negatif yang membuat klien sakit.
·         Menguatkan proses adaptasi klien untuk memenuhi kebutuhannya.
·         Membantu klien dan keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.
·         Membantu klien dan keluarga bagaimana kalau terjadi dan tindakannya.

4.  Tingkah laku
     Respon tingkah laku akan direfleksikan pada emosi dan perubahan pengalaman dari indifidu, sebagai analisa kognitif terhadap situasi yang menegangkan.


Caplan menggambarkan 4 segi respon individu terhadap kejadian yang menegangkan:
·         Fase pertama adalah perubahan tingkah laku terhadap lingkungan yang menegangkan.
·         Fase kedua adalah tingkah laku untuk mendapatkan kemampuan baru terhadap tindakan untuk merubah lingkungkungan eksternal dan keburukan mereka.
·         Fase ketiga adalah tingkah laku intra psikis untuk mempertahankan emosi yang tidak menyenangkan.
·         Fase ke empat adalah tingkah laku intra psikis yang ada pada kejadian dan sisa pada penyesuaian kembali internal.







5.  Respon sosial.
     Sistem suport sosial yakni:
·         Suport emosi
·         Membantu orientasi tugas.
·         Umpan balik dan evaluasi.
·         Hubungan sosial dan integrasi.
·         Jumlah masukan informasi baru.

E.  Koping / pertahanan diri / mekanisme penyesuaian.
     1.  Konstruktif.
     2.  Destruktif.


IV. Upaya pemeliharaan kesehatan jiwa.
·         Asertif.
·         Solitude (nyepi)
·         Kesehatan diri sendiri.
·         Merawat dan memperhatikan tanda-tanda stress internal.